Pengumpulan naskah Al-Quran pada masa khulafaur rasyidin tidak terlepas dari banyaknya para penghafal Al-Quran yang syahid di medan perang. Umar ibn Khattab mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah ditulis pada masa Nabi Muhammad SAW.
Awalnya Khalifah Abu Bakar agak ragu menerima pendapat tersebut karena Nabi tidak melakukan hal tersebut. Namun, Umar berhasil meyakinkan khalifah dan usaha untuk mengumpulkan tulisan-tulisan tersebut mulai dilakukan. Khalifah membentuk tim dengan ketuanya Zaid ibn Tsabit. Sebenarnya beliau agak berat menerima tugas tersebut, tetapi akhirnya beliau menerima tugas tersebut. Dengan bantuan beberapa sahabat, Zaid ibn Tsabit mulai melaksanakan tugas tersebut.
Kemudian Khalifah Abu Bakar mengeluarkan pengumuman untuk siapa saja yang memiliki tulisan-tulisan naskah Al-Quran agar membawanya ke Mesjid Nabawi untuk diteliti oleh tim tersebut. Abu Bakar menetapkan syarat bagi naskah tulisan Al-Quran yakni harus sesuai dengan hafalan para sahabat lain dan tulisan tersebut benar-benar atas perintah Nabi dan di hadapan Nabi. Karena ada beberapa naskah tulisan yang ditulis atas inisiatif para sahabat sendiri.
Cara kerja tim tersebut adalah dengan mencocokkan naskah tulisan Al-Quran dengan hafalan para sahabat Nabi guna memelihara keasliannya. Dengan sistem kerja demikian, maka Al-Quran yang ada sekarang ini adalah autentik, yakni sama seperti yang Nabi Muhammad SAW baca.
Baca Juga: Sejarah Pengumpulan Al-Quran Merupakan Bukti Autentisitas Al-Quran
Hasil pembukuan Al-Quran berupa pengumpulan naskah tulisan Al-Quran selanjutnya disimpan oleh Khalifah Abu Bakar hingga beliau wafat. Selanjutnya naskah tersebut beralih ke tangan Khalifah Umar ibn Khattab sebagai pengganti Abu Bakar.
Namun setelah Khalifah Umar wafat, naskah tersebut tidak langsung beralih ke tangan Khalifah Usman ibn Affan, melainkan ke tangan Hafshah. Hal ini terjadi karena beberapa alasan, yaitu:
- Hafshah dianggap lebih layak menyimpan naskah tersebut sesuai dengan wasiat Umar
- Beliau merupakan isteri Nabi Muhammad SAW
- Beliau juga mampu menghafal Al-Quran dan mampu membaca dan menuliskannya
- Dan ketika Khalifah Umar wafat, pada saat itu belum ada kepastian siapa yang menggantikan beliau
Saat Khalifah Usman berkuasa, Islam telah menyebar luas hingga keluar Jazirah Arab yang meliputi Kuffah, Basrah, Bahrain, Yaman, dan Mesir. Penyebaran ini juga berdampak kepada qiraat (cara bacaan) Al-Quran. Mereka membaca Al-Quran dengan cara yang berbeda-beda.
Perbedaan cara membaca Al-Quran ini menimbulkan kekhawatiran sehingga Huzaifah ibn Yaman menghadap Khalifah Usman ibn Affan dan menyampaikan fenomena yang dilihatnya. Laporan ini kemudian ditindaklanjuti dengan mengirimkan utusan kepada Hafshah guna meminjam mushaf Abu Bakar. Mushaf tersebut disalin menjadi beberapa mushaf dan Hafshah pun menyetujuinya dan mengirimkan mushaf itu kepada Khalifah Usman.
Khalifah Usman ibn Affan membentuk panitia pengumpulan mushaf Al-Quran untuk penyalinan yang terdiri atas:
- Zaid ibn Tsabit
- Abdullah ibn Zubair
- Said ibn Ash
- Abdurrahman ibn Harits ibn Hisyam
Abdullah ibn Zubair, Said ibn Ash dan Abdurrahman ibn Harits ibn Hisyam merupakan keturunan Quraisy. Khalifah Usman berpesan kepada mereka bertiga apabila terdapat perselisihan dengan Zaid ibn Tsabit tentang sesuatu dari Al-Quran, maka beliau berpesan untuk menuliskannya dengan Quraisy. Karena Al-Quran diturunkan sesuai dengan bahasa Quraisy.
Tim ini pun menyusun dan menyalin Al-Quran dengan satu dialek saja dari tujuh dialek yang ada dengan tujuan agar orang-orang bersatu dalam satu qiraat. Setelah menyalin Al-Quran ke dalam beberapa mushaf, yang asli diserahkan kembali kepada Hafshah.
Lalu Khalifah Usman ibn Affan menyebarkan salinan mushaf tersebut ke beberapa wilayah dan memerintahkan salinan selain mushaf tersebut untuk dibakar. Hal ini untuk menjauhkan diri dari fitnah. Amaran tersebut dipatuhi dan dijalankan dengan penuh semangat.
Itulah kenapa Al-Quran hingga kini masih terjaga keasliannya.