Filsafat Aristoteles barangkali terbentuk setelah belajar dari Plato.
Aristoteles lahir di Stagiro daerah Trake di Yunani Utara pada tahun 384 SM. Ayahnya seorang dokter istana pada Raja Macedonia Amyntas II. Semenjak kecil ia sudah terdidik dalam bidang membedah sehingga perhatiannya tertuju pada ilmu-ilmu alam khususnya biologi.
Tatkala ayahnya meninggal, ia pergi ke Athena untuk belajar pada Akademia Plato. Selama 20 tahun ia belajar pada Plato. Setelah Plato wafat, ia mendirikan sekolah di Assus yang bernama Leikeion (Leyceum).
Pada tahun 342 SM, Raja Filepos memanggil Arostoteles untuk mengajar anaknya, yaitu Alexander Agung. Tahun 336 SM Alexander Agung berangkat ke medan perang, maka Aristoteles kembali lagi ke Athen dan menjadi guru di sana. Tetapi setelah Alexander Agung wafat, maka Aristoteles terpaksa meninggalkan Athena karena mendapat tuduhan sebagai orang yang tidak percaya kepada dewa. Tahun 322 SM ia meninggal di Euboca.
Ajaran-ajaran dalam filsafat Aristoteles meliputi logika, fisika, metafisika, etika, dan negara (negara Athena).
Daftar Isi
Logika dalam Filsafat Aristoteles
Aristoteles terkenal sebagai bapak logika, karena dialah yang pertama sekali memberikan ajaran tentang jalan pikiran dan pembuktian. Aristoteles membentangkan cara berpikir teratur dalam suatu sistem dan aturan yang menguasai jalan pikiran. Bagaimana cara mencapai pengetahuan tentang kebenaran? Oleh karena itu Aristoteles mengupas masalah ini menjadi bentuk “ilmu logika”. Adapun intisari ajaran logika filsafat Aristoteles adalah “silogisme” yaitu menarik kesimpulan dari pengertian yang umum untuk memperoleh pengertian yang luas dan mempunyai kebenaran yang umum.
Silogisme Arostoteles adalah putusan dua pengertian yang tersusun sedemikian rupa sehingga melahirkan putusan untuk menggunakan silogisme dengan saksama, harus diketahui sifat-sifat putusan. Tiap-tiap putusan terdiri dari pengertian. Jika pengertian satu terhubung dengan yang lain maka adalah putusan.
Logika Aristoteles adalah logika tradisional yang meliputi teori tentang keterangan pokok sebutan, penyimpulan langsung dan logika silogistik.
Baca Juga: Filsafat Plato dan Ajaran-ajarannya
Logika Aristoteles mengutamakan bentuk, sehingga kesimpulannya sering tidak benar karena hanya bentuk silogismenya saja yang benar. Namun untuk menghindarkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan, Aristoteles menganjurkan bahwa dalam merumuskan pengertian-pengertian yang hendak kita simpulkan, maka pengertian harus diutamakan.
Jenis-jenis Pengertian
Aristoteles mengajukan beberapa pengertian, yaitu:
- Substansi, ialah pengertian yang menunjuk sesuatu yang “ada”nya pada yang “berada” itu sendiri. Pengertian “manusia” misalnya, menunjuk inti manusia yang berkait yaitu “kemanusiaannya”. Adapun kemanusiaan itu adanya pada manusia itu sendiri. Pengertian kebapakan menunjuk pada manusianya, tetapi tidak mutlak karena banyak manusia yang bukan bapak.
- Kuantitas, pengertian yang menunjuk jumlah atau besar, berat dan seterusnya.
- Kualitas, pengertian tentang bagaimana sifat-sifatnya.
- Relasi, pengertian yang menunjuk hubungan antara sesuatu hal dengan hal lainnya.
- Passi, pengertian yang menunjuk penerimaan perubahan sesuatu substansia dari yang lain.
- Tempat, pengertian yang menunjuk besar kecilnya sesuatu yang dengan sendirinya memerlukan tempat.
- Keadaan, pengertian yang menyatakan sesuatu hal itu ada pada tempatnya.
- Lingkungan, pengertian yang menyatakan hal-hal yang menyerumuni sesuatu substansia.
- Waktu, pengertian yang menyatakan bilamana atau berapa lama adanya substansia.
- Aksi, pengertian yang menunjuk perubahan-perubahan yang ada dan mungkin ada pada sesuatu hal.
Pengertian substansia adalah hal yang sebenarnya dan yang konkrit itu. Substansia-substansia ini menunjukkan hal yang sama tentang intinya sehingga beberapa substansia (contoh manusia) termasuk dalam satu spesies “manusia”. Namun beberapa spesies itu dapat menunjuk kesamaan lagi dan merupakan satu genus, misalnya manusia, kerbau, ayam yang dapat dimasukkan pada jenis binatang, karena semuanya mempunyai hal yang sama yaitu “kebinatangan”.
Ajaran Aristoteles Tentang Fisika
Ajaran Aristoteles tentang fisika meliputi pemikiran tentang alam, langit, bintang, hewan, jiwa, dan lain-lain. Tulisan Aristoteles yang terbanyak mengenai masalah alam. Ia menulis tentang langit dan bintang-bintang, tentang gerak timbul dan lenyap.
Apa yang disebut alam? Menurut Aristoteles alam itu meliputi semua yang berhubungan dengan materi dan badan-badan yang bergerak dan diam. Perubahan atau gerakan dalam arti yang luas dapat dibagi dalam timbul dan lenyap. Sedangkan gerak yang terbatas merupakan perubahan kuantitas, kualitas, tempat maupun waktu.
Perubahan tergantung pada tempat dan waktu. Tempat adalah batas kedalaman dari badan-badan yang meliputi tempat yang kosong tidak ada. Luas alam terbatas. Di luar itu tidak ada tempat lagi. Waktu adalah ukuran gerak terhadap yang dahulu dan yang kemudian waktu tidak terhingga, tidak ada awal dan akhirnya.
Mengenai langit dan bintang-bintang menurut Aristoteles adalah dijadikan oleh Tuhan sebagai penggerak pertama. Langit itu berbentuk bulat dan beredar membawa bintang-bintang yang tersangkut padanya. Di bawah langit itu terdapat matahari, planet-planet dan bulan yang selalu berputar. Di tengah-tengah alam ada bumi kita ini yang terdiri dari anasir-anasir udara, api, air, dan tanah.
Mengenai binatang, Aristoteles menuliskan bangsa binatang yang terendah terjadi dari lumpur dan kotoran. Hewan yang tidak berdarah dan tidak bertulang tingkatnya lebih rendah dari hewan yang berdarah dan bertulang, sehingga tingkatan yang lebih rendah mengabdi dan memberikan jasa kepada tingkatan yang di atasnya seperti tanaman memberikan jasa kepada binatang.
Baca Juga: Sekilas Tentang Sokrates dan Ajarannya
Mengenai jiwa, Aristoteles membagi kepada tiga jiwa yang sesuai dengan urutan sifat kesempurnaan, yaitu jiwa tanaman tujuannya menghasilkan makanan dan melaksanakan pertumbuhan. Kemudian jiwa binatang yang mempunyai perasaan dan keinginan yang mendorong hewan sanggup bergerak dalam tempat serta jiwa manusia yang selain mempunyai perasaan dan keinginan juga mempunyai akal. Lebih lanjut adalah bentuk jiwa yang sesuai bagi manusia adalah roh atau pikiran.
Metafisika Aristoteles
Ajaran tentang metafisika sering disebut juga “ontologia”, karena bahasanya adalah metafisika umum. Yang menjadi pokok soalnya adalah mengupas ajaran Plato tentang “Idea”.
Menurut Aristoteles yang sungguh-sungguh ada itu bukanlah yang umum, melainkan yang khusus, satu per satu. Bukanlah manusia pada umumnya yang ada melainkan manusia ini, manusia itu, si Ama, si Ali, dan sebagainya. Jadi ia bertentangan dengan Plato.
Aristoteles menolak idea-idea yang umum serta merupakan realitas pada dunia Idea, karena tidak dapat dibuktikan. Tetapi yang merupakan realitas adalah yang konkrit, yang satu per satu dan bermacam-macam, yang berubah-ubah beralih serta menjadi itu. Kemudian muncul pertanyaan: Apakah sebabnya maka yang bermacam-macam itu dapat ditangkap dalam “satu” macam. Karena mungkin mengadakan putusan yang berlaku umum, satu pada macamnya itu. Misalnya putusan-putusan untuk segitiga. Dari manakah yang “satu” itu?
Aristoteles menjawab: kita berbicara dan mengambil putusan, misalnya tentang manusia pada umumnya, karena manusia-manusia yang konkrit, yang satu per satu yang bermacam-macam bertemu pada sifat yang mengenai intinya dan merupakan satu macam saja.
Adapun beda manusia-manusia itu terletak di luar intinya yang disebut aksidensia itu, yang secara kebetulan. Sebabnya maka Ali, Amin, Ani, Atik itu berlainan, karena kulitnya, tempatnya (aksidensianya) yang di luar kemanusiaannya. Intinya sama, tetapi hal-hal yang kebetulan, tidak sama. Jadi hal-hal yang semacam adalah kesamaan dan ketidaksamaan.
Abstraksi dalam Filsafat Aristoteles
Di dalam usaha budi mencapai pengetahuan yang umum, sedangkan hal-hal yang menjadi objeknya tidak umum. Objek yang diketahui itu memang konkrik dan satu per satu, jadi tidak umum itu dapat ditangkap oleh indera. Pengenalannya itu sesuai dengan objeknya maka benarlah pengetahuan indera itu.
Pengetahuan indera satu per satu, yang bermacam-macam dan berubah-ubah ini dapat diolah oleh budi manusia, budi manusia meninggalkan sifat aksidensia yang dipandang hanya yang sama saja dalam bermacam-macam itu. Pengetahuan yang satu dalam macamnya dari pada itu umum dan tetap itu disebut idea atau pengertian. Idea tidaklah merupakan realitas tersendiri di dunianya sendiri, melainkan sifat-sifat yang sama yang terdapat pada hal-hal yang konkrit.
Jadi “abstraksi” adalah pengetahuan yang konkrit menjadi yang umum itu, penanggalan sifat-sifat yang menyebabkan permacam-macaman serta penyelaman pada inti itu, dan hasilnya tentu saja sesuatu yang abstrak.
Di dalam mendamaikan pertentangan antara yang ada dan yang menjadi, filsafat Aristoteles lebih maju. Ia tidak mengingkari dunia pengalaman. Aristoteles berpangkal pada realitas yang bermacam-macam ini sehingga alirannya disebut realisme, juga karena dasar yang terbatas ini adalah hule dan morfe maka disebut juga “hulemorfisme”.
Etika
Ajaran etika Aristoteles mengarahkan tingkah laku manusia kepada “kebahagiaan”. Dalam dunia ini sering-sering kebahagiaan ini berupa kekayaan, kenikmatan, kemuliaan, kemewahan, kesenangan, yang ke semuanya itu sebenarnya bukan kebahagiaan sejati, tetapi justru sebaliknya atau mungkin kebahagiaan yang keliru. Adapun sebabnya karena manusia itu tidak hanya terdiri dari roh saja sehingga budinya tidak selalu menang dalam menentukan tindakan, bahkan seringkali cenderung pada kemauan badan.
Baca Juga: Filsafat Elea: Pemikiran dan Para Tokohnya
Bagi Aristoteles kebahagiaan yang sempurna hanya dapat tercapai dengan kebijaksanaan. Yaitu manusia yang selalu bertindak dalam penerangan budinya, karena budinyalah yang membedakan dia dari binatang. Supaya budi ini dapat bertindak dengan baik, dapat mengatasi nafsu angkaranya. Apabila orang selalu mengatasi nafsunya serta budinya selalu menjadi pedoman tingkah lakunya, maka orang tersebut adalah bijaksana dan orang yang demikian itu akan mencapai kebahagiaan yang sempurna.
Negara dalam Filsafat Aristoteles
Hubungan antara manusia dengan negara adalah sebagai bagian terhadap seluruhnya. Pada hakikatnya negara lebih dahulu daripada keluarga juga individu-individu. Karena keseluruhannya lebih dahulu dari bagian-bagiannya.
Negara tujuannya mencapai keselamatan untuk semua penduduknya, memperoleh “barang yang tertinggi”. Keadilan adalah anasir negara yang esensial. Karena bukan menentukan peraturan pergaulan. Kewajiban negara adalah mendidik rakyat berpendirian tetap, berbudi baik dan pandai mencapai cita-cita yang sebaik-baiknya.